Peringatan Darurat Garuda Hitam Menggema dengan Gerakan PENTOL, Akankah Ada Demonstrasi Besar-Besaran?
Jakarta — Gerakan "Peringatan Darurat Garuda Hitam" dengan simbol Garuda berlatar hitam yang khas mulai menggema di berbagai platform media sosial dan komunitas masyarakat. Gerakan ini diprakarsai oleh berbagai elemen yang merasa prihatin terhadap situasi politik nasional yang dinilai telah menyimpang dari prinsip demokrasi. Salah satu bentuk gerakan yang menjadi sorotan adalah "Gerakan PENTOL," yang merupakan singkatan dari "Pengawal Tegaknya Norma Hukum dan Demokrasi Lokal."
Situasi semakin memanas setelah beberapa tokoh masyarakat serta organisasi kemasyarakatan mengkritik langkah pemerintah dan DPR yang dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dikebut dalam waktu singkat menimbulkan kekhawatiran akan adanya upaya pelemahan sistem demokrasi lokal yang telah diperjuangkan bertahun-tahun.
Ketua Umum DPP Generasi Negarawan Indonesia (GNI), Rules Gajah, S.Kom, angkat bicara dalam sebuah pertemuan terbuka dengan awak media. Dalam pernyataannya, Rules Gajah menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh aspirasi masyarakat yang ingin mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi. "Kita harus menjaga amanah reformasi dan memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi dasar dari setiap kebijakan pemerintah. Jangan biarkan keputusan-keputusan strategis dilakukan tanpa partisipasi publik," tegasnya.
Rules Gajah juga tidak menampik kemungkinan adanya demonstrasi besar-besaran jika pemerintah tetap bersikukuh dengan agenda revisi UU Pilkada tersebut. "Kami sedang berkoordinasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan aktivis, untuk menyuarakan penolakan ini secara konstitusional. Jika diperlukan, demonstrasi besar-besaran bukanlah hal yang tidak mungkin," tambahnya.
Di sisi lain, gerakan PENTOL mendapat dukungan luas dari kalangan akademisi dan pengamat politik yang menilai bahwa masyarakat Indonesia harus lebih aktif dalam mengawasi setiap kebijakan pemerintah. Profesor Andi Suryanto, pakar politik dari Universitas Indonesia, mengatakan, "Gerakan seperti ini penting untuk menjaga agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang diawasi oleh rakyatnya."
Meskipun demikian, pihak keamanan telah memberikan imbauan agar segala bentuk aksi dilakukan secara damai dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kapolda Metro Jaya menyatakan bahwa pihaknya siap mengawal aksi damai jika nantinya demonstrasi besar-besaran benar-benar digelar.
Dengan situasi yang semakin memanas, masyarakat kini menunggu langkah pemerintah untuk merespons aspirasi rakyat. Akankah suara rakyat didengar, ataukah demonstrasi besar-besaran menjadi pilihan terakhir? Waktu yang akan menjawab.