Mahasiswi KPM IPB Dianiaya Saat Dokumentasikan Kekerasan di Sihaporas, Desak Polisi Tangkap Pelaku
Simalungun, 24 September 2025 –
Kasus kekerasan kembali terjadi dalam konflik agraria di kawasan adat Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Seorang mahasiswi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB), bernama Feny Siregar, menjadi korban penganiayaan saat mendokumentasikan aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh sekelompok orang bagian dari operasi perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Feny mengaku dipukul di bagian kepala, tasnya diacak-acak, dan dipaksa menghapus semua rekaman di ponselnya. Peristiwa itu terjadi pada Senin, 22 September 2025 di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, saat sekelompok orang berpakaian hitam dengan tameng dan kayu menyerang posko Masyarakat Adat.
“Saya dipukul di bagian kepala, tas saya diacak-acak. Mereka (TPL) memaksa saya untuk menghapus dokumentasi kekerasan yang saya rekam di ponsel,” tutur Feny usai pulang dari rumah sakit, Rabu (24/9/2025).
Feny harus dirawat selama tiga hari akibat luka-luka yang dialaminya. Ia menceritakan, situasi mulai mencekam ketika seorang perempuan adat dipukul saat mencoba berdialog dengan pihak TPL. Feny yang saat itu sedang melakukan penelitian berusaha merekam peristiwa tersebut, namun justru dituduh sebagai provokator, dikejar, didorong, hingga dianiaya.
Meski telah berulang kali menjelaskan bahwa dirinya adalah mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, para pelaku tidak menghiraukannya.
“Saat saya merekam peristiwa pemukulan itu, mereka meneriaki saya provokator, mengejar, mendorong saya, dan mencoba merampas ponsel,” kenang Feny.
Desakan Penegakan Hukum
Feny menegaskan bahwa keluarganya telah resmi melaporkan kasus ini ke Polres Simalungun pada Selasa, 23 September 2025. Ia meminta aparat kepolisian segera menangkap dan menyeret para pelaku ke pengadilan.
“Kasus penganiayaan diri saya ini sudah dilaporkan ke polisi. Sekarang tugas polisi menangkap pelakunya dan menyeret mereka ke pengadilan untuk diadili,” tegas Feny.
Sorotan Publik
Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria dan kekerasan terhadap masyarakat adat serta pihak yang mendampingi atau mendokumentasikan peristiwa di kawasan konsesi TPL. Publik menilai tindakan intimidasi dan kekerasan seperti ini tidak boleh dibiarkan karena mengancam kebebasan akademik, hak asasi manusia, serta memperburuk citra penegakan hukum di Indonesia.
Organisasi masyarakat sipil, akademisi, hingga aktivis lingkungan diperkirakan akan turut menyuarakan solidaritas dan mendesak polisi bertindak cepat demi memberikan rasa aman kepada korban serta mencegah berulangnya kekerasan di kawasan konflik agraria.
(TIM)