JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta menerbitkan surat edaran bernomor 309/KPID-DKI/VIII/2025 tertanggal 28 Agustus 2025 yang ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran di Jakarta. Surat tersebut berisi imbauan agar lembaga penyiaran tidak menayangkan siaran atau liputan unjuk rasa yang dinilai berpotensi “memprovokasi” atau menimbulkan keresahan publik.
Isi surat tersebut merujuk pada sejumlah aturan, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 22, dan Standar Program Siaran Pasal 40, 41, serta 42.
Namun, imbauan ini menuai kritik keras dari kalangan jurnalis, aktivis pers, dan organisasi masyarakat sipil. Mereka menilai surat tersebut berpotensi membungkam media dan menghambat hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Kebebasan Pers Dilindungi UU
Aktivis pers mengingatkan bahwa kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Dalam UU tersebut ditegaskan, pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarkan gagasan serta informasi kepada publik tanpa intervensi dan pembatasan yang tidak berdasar.
“Imbauan KPID DKI Jakarta itu berbahaya bagi demokrasi. Media seharusnya independen dan diberi ruang untuk memberitakan fakta di lapangan. Membatasi liputan aksi massa sama saja dengan menutup hak publik untuk tahu,” tegas salah seorang perwakilan organisasi wartawan.
Dugaan Intervensi dan Sensor Terselubung
Sejumlah pengamat juga menilai bahwa isi surat KPID DKI Jakarta berpotensi menjadi bentuk sensor terselubung yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, khususnya terkait isu kebijakan DPR mengenai tunjangan rumah.
“Dalam situasi krisis kepercayaan publik, pers justru harus hadir sebagai penyeimbang. Kalau media dibungkam, maka kebenaran bisa tertutup dan rakyat kehilangan suara,” ujar seorang akademisi komunikasi.
Seruan Tegakkan UU Pers
Atas kondisi ini, berbagai organisasi wartawan dan lembaga kebebasan sipil menyerukan agar KPID DKI Jakarta menghormati kebebasan pers dan tidak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi mengekang ruang publik.
“Kami mendesak agar Dewan Pers turun tangan menegaskan kembali bahwa satu-satunya payung hukum bagi pers adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jangan sampai KPID justru melampaui kewenangannya dengan membatasi kerja jurnalistik,” tandas seorang jurnalis senior.