KPU RI Disorot, DPP GNI: Presiden Prabowo Harus Segera Ganti Ketua KPU Pusat
Jakarta, 18 September 2025 – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menuai sorotan publik buntut terbitnya Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025, yang mengatur tentang 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi yang tidak bisa diakses publik atau bersifat rahasia tanpa persetujuan pihak terkait.
Adapun dokumen yang dimaksud mencakup fotokopi KTP dan akta kelahiran, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), surat keterangan kesehatan, laporan harta kekayaan pribadi, surat keterangan tidak pailit, surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota legislatif, NPWP dan bukti laporan pajak lima tahun terakhir, daftar riwayat hidup, serta pernyataan belum pernah menjabat presiden/wakil presiden dua periode.
Kebijakan tersebut langsung menuai kritik keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua Umum DPP Generasi Negarawan Indonesia (GNI), Rules Gaja, S.Kom. Menurutnya, keputusan KPU itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang menegaskan bahwa dokumen yang berkaitan dengan kepentingan publik, khususnya proses demokrasi dan pemilu, wajib terbuka bagi masyarakat.
“KPU jelas diduga kuat telah melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik. Dokumen-dokumen tersebut sangat penting agar masyarakat bisa menilai integritas dan kapasitas calon pemimpin bangsa. Transparansi adalah harga mati dalam demokrasi,” tegas Rules Gaja, Kamis (18/9/2025).
Lebih jauh, Rules Gaja mendesak agar Presiden Prabowo Subianto segera mengevaluasi dan mengganti Ketua KPU RI karena dianggap tidak mampu menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
“Kalau KPU sampai menutup akses informasi yang menjadi hak rakyat, maka itu pertanda buruk bagi kualitas demokrasi kita. Sudah semestinya Presiden mengambil langkah tegas dengan mengganti Ketua KPU pusat,” pungkasnya.
DPP GNI menilai, sikap KPU yang menutup akses publik terhadap dokumen syarat capres-cawapres akan memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, GNI akan terus mengawal isu ini dan mendorong lembaga-lembaga terkait, termasuk Bawaslu dan Komisi Informasi Pusat, untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum tersebut.
(TIM)