Warga Tolak Pembangunan Vihara di Kelurahan Titipapan, Desak Pemecatan Aparat Lingkungan
Medan, 18 September 2025— Ratusan warga dari Lingkungan IV, Kelurahan Titipapan, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, kembali menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Camat Medan Deli. Mereka menolak rencana pembangunan **Vihara dan rumah duka** di wilayah tersebut karena dinilai tidak sesuai kondisi sosial, serta menuntut transparansi perizinan yang dianggap cacat prosedural.
Sejak pagi, massa berdatangan dengan membawa spanduk penolakan. Aksi diwarnai orasi lantang, pembacaan tuntutan, serta desakan agar pemerintah kota segera mengambil langkah tegas.
Salah seorang warga, Sri (47 tahun), menyampaikan keresahan masyarakat yang merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan.
“Kami minta pembangunannya dibatalkan. Pecat kepala lingkungan, lurah, dan camat yang tidak berpihak pada warga. Kepala lingkungan harus hadir mempertanggungjawabkan semua ini,” tegasnya.
Dalam dokumen aspirasi yang beredar, warga menegaskan sejumlah alasan penolakan, antara lain:
1. Belum adanya aspek legal yang sesuai aturan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
2. Tidak adanya warga beragama Buddha di lingkungan tersebut.
3. Dugaan adanya gratifikasi berupa pembagian sembako untuk melancarkan izin.
4. Musyawarah warga sebelumnya menghasilkan keputusan menolak pembangunan, namun tidak diakui secara tertulis.
5. Dugaan adanya manuver kepala lingkungan dengan mengirim orang suruhan untuk memengaruhi warga agar menyetujui kembali pembangunan.
Atas dasar itu, warga mendesak agar kepala lingkungan segera diberhentikan dan diganti, serta meminta agar proses izin pembangunan dihentikan dan dibatalkan.
Pengamanan Aparat
Kapolsek Medan Labuhan, Kompol Tohab Sibuyea, turun langsung memantau jalannya aksi. Ia menegaskan pihak kepolisian bertugas menjaga ketertiban dan menghindari potensi gesekan antarwarga.
“Kami dari kepolisian mengawasi dan mengamankan jalannya aksi ini agar berlangsung tertib dan damai,” ujarnya singkat.
Konfirmasi Pihak Kecamatan
Pihak Kecamatan Medan Deli, melalui Ahmad Rivai Siregar, Kepala Trantib Kecamatan Medan Deli, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa hingga saat ini pihak kecamatan **belum menerima surat resmi terkait perizinan dari kelurahan.
“Masalah surat-menyurat, pihak kecamatan belum ada menerima dari kelurahan. Jika memang ada kepala lingkungan (kepling) yang nakal sehingga menimbulkan pro-kontra, akan segera dievaluasi. Bila terbukti melanggar SOP, akan kita tindak sesuai aturan yang berlaku,” ungkap Rivai.
Aspek Hukum
Mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, setiap pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan:
1. Dukungan minimal 90 orang calon pengguna rumah ibadah.
2. Dukungan masyarakat sekitar minimal 60 orang.
3. Rekomendasi tertulis dari FKUB.
4.Persetujuan resmi dari pemerintah daerah.
Selain itu, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap perubahan tata ruang.
Warga menegaskan kembali bahwa penolakan ini bukanlah bentuk intoleransi, melainkan tuntutan atas kepastian hukum, keterbukaan perizinan, dan keberpihakan pemerintah terhadap aspirasi masyarakat lokal.
Mereka mendesak Wali Kota Medan segera mengambil langkah konkret, termasuk menonaktifkan lurah dan camat yang terbukti lalai atau melanggar aturan, demi menjaga kondusifitas antarumat beragama dan stabilitas sosial di Medan.
(TIM)