Dugaan Tindakan Arogan Oknum Ketua DPRD Serdang Bedagai Terhadap Lahan Pertanian Warga
Serdang Bedagai, 23 September 2025 –
Perjuangan Masyarakat Tradisional (PERMATRA) menyampaikan keprihatinan sekaligus mengecam keras dugaan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum Ketua DPRD Serdang Bedagai, Togar Situmorang, terhadap lahan pertanian milik masyarakat pada Selasa, 23 September 2025.
Tanpa adanya negosiasi, dialog, maupun pemberitahuan resmi kepada pemilik lahan, tanaman ubi milik warga yang sudah siap panen dihancurkan menggunakan alat berat. Informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat menyebutkan bahwa tindakan tersebut dilakukan atas perintah langsung dari Ketua DPRD Serdang Bedagai melalui mandor lapangan.
Tindakan ini dinilai tidak berperikemanusiaan, sebab mengabaikan jerih payah petani lokal yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian tersebut.
Lahan yang menjadi objek perusakan merupakan tanah sah milik masyarakat, dibuktikan dengan dokumen Landreform yang memiliki legitimasi hukum.
Dengan demikian, tindakan perusakan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi melanggar hak kepemilikan warga sebagaimana dijamin dalam:
UUD 1945 Pasal 28H ayat (4): setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA): tanah mempunyai fungsi sosial dan hak kepemilikan dilindungi oleh negara.
KUHP Pasal 406: perusakan barang milik orang lain merupakan tindak pidana.
PERMATRA menilai tindakan oknum Ketua DPRD tersebut:
Arogan dan tidak manusiawi karena merugikan petani kecil.
Melanggar hak kepemilikan masyarakat atas tanah dan hasil pertanian.
Bertentangan dengan fungsi wakil rakyat, yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan merugikannya.
Melemahkan ketahanan pangan daerah, sebab perusakan lahan produktif mengancam keberlanjutan pertanian lokal.
Masyarakat melalui PERMATRA menuntut:
Penjelasan Resmi dari Ketua DPRD Serdang Bedagai mengenai dasar tindakan tersebut.
Ganti Rugi yang adil atas kerugian material (hasil panen ubi) dan immaterial (trauma dan kerugian sosial) yang diderita petani.
Perlindungan Hukum dari aparat penegak hukum agar masyarakat tidak kembali menjadi korban arogansi kekuasaan.
Proses Hukum Tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat, sesuai ketentuan KUHP dan UUPA.
PERMATRA mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, organisasi tani, dan lembaga hukum untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Tindakan yang diduga melibatkan pejabat publik harus menjadi sorotan bersama agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan terhadap rakyat kecil.
Kasus ini menegaskan kembali pentingnya pengawasan terhadap pejabat publik yang diberi amanah rakyat. DPRD semestinya hadir sebagai pelindung hak-hak masyarakat, bukan justru diduga menjadi aktor yang merugikan rakyat. Negara wajib menjamin keadilan agraria agar cita-cita “Tanah untuk Rakyat” sebagaimana amanat UUPA 1960 dapat benar-benar terwujud.
(TIM)